(Ny)aman tak berarti Aman

Dunia remaja memang masa-masa labilnya seorang manusia. Eits, jangan keburu tersinggung dulu lho ya.. Walaupun ada remaja yang sudah bisa berpikir dewasa, tetap saja menurut fakta yang beredar, banyak remaja yang masih labil. Makanya ada istilah “ABG labil” atau ababil. Apa kamu termasuk dalam kelompok itu?
            Banyak hal yang ingin dicoba sewaktu masih muda. Rasa ingin tahu dosis tinggi, penasaran tingkat langit ke tujuh dan kawan-kawan sering menjadi pendorong seorang remaja untuk mencoba hal-hal baru. Bagus memang jika yang dicoba adalah hal yang mengarahkan pada pengembangan potensi diri. Waltapi jika yang dicoba itu hal yang melanggar aturan bagaimana? Eh sebentar, pernah dengar kata-kata ini nggak? “Aturan itu dibuat untuk dilanggar”. Ohlala... ati-ati yaa dengan kata-kata sesat ini. Kata-kata ini bisa mengubah kesalahan menjadi kebenaran, tentunya kebenaran menurut penganutnya. So, please deh jangan asal ikut-ikutan tanpa tahu sanad dan matan.
            Beralih ke pengalaman dan pengamalan aturan dalam kehidupan sehari-hati. Mari kita posisikan diri kita sedang berada dalam perjalanan. Jalan kita itu panjang dan berliku, banyak aral merintang di depan sana, lalu ketika kita tengok kanan dan kiri.. Yang ada adalah pembatas jalan. Jika kita ingin selamat, kita harus tetap berada pada jalur yang benar. Jadi, jangan berpikir untuk berbelok melawan arah pada jalur satu arah ya..
Suatu ketika, jalanan begitu sepi. Bahkan, suara hembusan nafas kita dapat terdengar saat perlahan ingin menghentikan kendaraan karena lampu merah menyala dengan indahnya (red_lebay). Di depan sana ada perempatan lengkap dengan lampu traffic light dan pos polisi di salah satu sisi. Waltapi, saat itu tak ada satu pun polisi yang berjaga. Alih-alih ingin menghentikan kendaraan, situasi itu membuat kita tak ragu untuk kembali mengegas dan melaju. Dan yang terjadi adalah, lampu merah itu merasa sakit hati karena telah diabaikan. Kamu tahu kan rasanya diabaikan? Nggak dianggap? Sakiiiiit.. (Upst!).
Selanjutnya kita tidak akan membahas bagaimana si lampu merah mengatasi sakit hatinya. Yakin saja, lampu merah cukup kuat untuk menerima perlakuan seperti itu berulang kali tanpa adanya kata sorry. Lalu apa yang perlu dibahas? Yang penting untuk kamu perhatikan adalah kemungkinan yang akan terjadi karena pelanggaran yang kamu lakukan. Pertama, ada kendaraan lain dari arah yang tak terlihat sama-sama melaju dengan cepatnya karena lampu hijau menyala di pihaknya. Lalu, terjadilah pertemuan yang tak terduga. Pertemuan yang menyisakan luka, mematahkan, dan menyakitkan. Tabrakan!!! (Aow!).
Melaju ke kemungkinan kedua. Sesaat setelah tragedi pengabaian lampu merah, ada yang mengikuti kita dari belakang. Oh bukan mengikuti. Ternyata ada yang mengejar kita. Sosok dengan rompi hijau bertuliskan polisi. Waduh! Kena tilang deh.. Lalu kita akan dihadapkan pada dua pilihan. Pengadilan atau denda di tempat. Mungkin ada pilihan lain, tapi tetap saja ada sesuatu yang mesti kita bayarkan. Alhasil, uang saku kamu bakalan dialihkan ke kas negara atau aparatnya. (Say: Oh, NO!)
Kemungkinan ternyaman adalah yang ketiga. Hidupmu terus melaju dengan indahnya. Tak ada tragedi tabrakan atau drama “Kejar daku, dan tertangkap”. Lalu, kamu akan mengatakan seperti yang banyak beredar di jejaring sosial. Kres (#) akurapopo. Huwaa..
Nyaman itu tak berarti aman. Dan aturan itu dibuat demi keamanan, bukan sekadar kenyamanan. Kamu nggak bisa mengubah aturan sesuka kamu, atau mengabaikan aturan setiap waktu. Apapun alasanmu, berpikirlah cerdas untuk tetap meletakkan kesalahan pada tempatnya dan bukan malah menganggap kesalahan itu hal wajar. “Namanya juga manusia, tempat salah dan lupa”. Aduh, prinsip sesat mana lagi yang kamu yakini tak pada posisi? Salah ya salah. Benar ya benar. Walapun salah itu tampak baik, tetap saja itu bukan hal benar yang bisa kau kerjakan dengan “suka-suka”. Apakah aturan Allah juga akan kau langgar?
            Pernah dengar istilah muroqobah? Dari segi bahasa muroqabah berarti pengawasan dan pantauan. Sikap muroqabah ini mencerminkan adanya pengawasan dan pemantauan Allah terhadap dirinya. Adapun dari segi istilah, muroqabah adalah, suatu keyakinan yang dimiliki seseorang bahwa Allah SWT senantiasa mengawasinya, melihatnya, mendengarnya, dan mengetahui segala apapun yang dilakukannya dalam setiap waktu, setiap saat, setiap nafas atau setiap kedipan mata sekalipun.
Pada intiny, muroqabah mencerminkan keimanan kepada Allah yang besar, hingga menyadari dengan sepenuh hati, tanpa keraguan, tanpa kebimbangan, bahwa Allah senantiasa mengawasi setiap gerak-geriknya, setiap langkahnya, setiap pandangannya, setiap pendengarannya, setiap yang terlintas dalam hatinya, bahkan setiap keinginannya yang belum terlintas dalam dirinya. Sehingga dari sifat ini, akan muncul pengamalan yang maksimal dalam beribadah kepada Allah SWT, dimanapun ia berada, atau kapanpun ia beramal dalam kondisi seorang diri, ataupun ketika berada di tengah-tengah keramaian orang. Dan disamping itu karena Allah senantiasa mengawasi setiap gerak-geriknya maka segala tindakan dan perbuatan tidak berseberangan dengan syari’at yang telah digariskan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.  

 Memang kesalahan bisa luput dari pengamatan manusia dan hidupmu akan berjalan seperti biasanya. Tapi, jangan sekali-kali berpikir untuk lepas dari pengawasan-Nya. (Lasti)