Oleh
Rafida Naziha
Pada
hari itu, Rifa, sangat malas untuk pergi ke sekolah. Karena hari itu adalah
hari di mana pelajaran-pelajaran yang benar-benar dibencinya akan diulas. Rifa
sendiri sebenarnya bukan anak yang bodoh, tetapi satu hal yang membuatnya
berbeda dari kakaknya adalah dia sungguh sangat malas. Namun bila sedang ingin
bekerja dia bisa menjadi orang paling rajin di dunia.
Karena itu otak jahat Rifa pun bekerja bagaimana caranya
agar ia bisa bolos sekolah tanpa diketahui oleh Mamanya karena setiap hari
mamanya lah yang palng getol membujuknya untuk berangkat sekolah. Dan setelah
cukup lama berpikir dia pun mendapatkan ide.
“Nanti di tikungan aku akan belok ke kiri ke arah taman,
jadi Mama akan berpikir bahwa aku sudah berangkat sekolah dan aku tidak
dimarahi,” pikirnya.
“Rifa… Rifa, ayo bangun dan berangkat sekolah!” kata
Mamanya dari dapur. Ia sedang membuatkan susu untuk bekal Rifa ke sekolah
seperti biasa.
“Iya, Ma” jawab Rifa sembari berjalan ke kamar mandi.
Setelah selesai mandi ia tak lupa memakai seragam lengkap
agar Mama tak curiga. Lalu dia sarapan bersama keluaraga di meja makan. Sampai
di meja makan, dia tidak langsung duduk tetapi berhenti sejenak karena melihat
kursi yang biasa di duduki kakaknya masih kosong, ia pun bertanya pada mamanya.
“Ma,
kakak mana?” tanyanya.
“Oh,
kakak sedang demam. Jadi hari ini kamu sarapan dengan papa saja ya!? Mama mau
menyuapi kakak dulu,” ujar Mama sambil berlalu membawa piring kesayangan kakak
ke kamarnya.
“Ma,
uang sakuku mana?” Tanya Rifa setelah selesai makan.
“Mama
sudah siapkan di meja tamu, bekalnya di bawa ya!” jawab mama dari kamar kakak.
“Kalau
begitu Assalamu’alaikum Mama, Papa, Kakak,” kata Rifa sambil berjalan keluar
rumah.
“Wa’alaikumussalam”
jawab Papa, Mama dan Kakak serentak.
Rifa
pun pergi mengambil sepedanya di garasi
dan pergi membelok kiri di tikungan seperti rencana yang dibuatnya pagi
tadi.
Sesampainya
di taman ia pun mengeluarkan buku gambar dari tasnya dan mulai menggambar
pemandangan taman di depannya.
Belum sampai lima menit ia duduk di taman,
seluruh teman temannya satu sekolah datang ke taman, sontak dia pun memberesi
peralatan tulisnya dan segera pergi dari situ namun terlambat, teman-teman
sekelasnya sudah melihatnya dan menyorakinya hati Rifa berdebar kencang dan
salah satu dari mereka mengatakan pada guru ia pun bersiap mangambil langkah
seribu. Namun tiba-tiba ia ingat satu hal yang benar benar penting, SEPEDANYA.
Terlambat, saat itu sepedanya sudah diangkat dan hampir diceburkan ke danau di
samping taman. Jika saja ia tidak memegang stang-nya terlebih dahulu, maka ia
sudah tidak tahu apa yang akan terjadi.
Tak
lama kemudian guru pun datang, dan menyuruhnya ke sekolah untuk meletakkan tas
dan kembali ke sini. Rifa menangkap maksud tersembunyi kata-kata Pak Guru, yakni
kembali ke sini dengan berlari seperti yang lain.
Jadi
ia segera mengayuh sepedanya ke sekolah sambil merutuki dirinya sendiri karena
tidak waspada.
Sesampainya
di sekolah, untung sekali semua guru sedang ada di kantor, sehingga dirinya
tidak ditanya-tanyai. Setelah meletakkan tas di bangkunya yang sering sekali
kosong, diapun pergi ke luar kelas menuju taman dengan berlari tanpa istirahat
sedikitpun, seperti yang di perintahkan Pak Guru.
Setelah
berlari sekitar 15 menit ia pun sampai di taman, belum sampai duduk ia sudah
dipanggil oleh Pak Guru.
“Sepedamu
di mana?” tanyanya memastikan aku menangkap maksudnya tadi.
“Di
sekolah, Pak,” jawabku mantap.
“Syukurlah
kamu mengerti,” tukas Pak Guru lega.
Hari
itu Rifa terpaksa sekolah dengan sedikit cemoohan dari teman- teman sekolahnya.
[pip]