Bersabarlah, karena engkau berada di jalan yang benar!

Dalam hadits riwayat Muslim yang cukup panjang, Rasulullah mengisahkan tentang Ashabul Ukhdud . berawal dari kisah seorang raja yang mencari pemuda sebagai penerusnya untuk diajari ilmu sihir. Ditunjuklah seorang pemuda untuk berangkat belajar ilmu sihir. Di tengah perjalanan, pemuda itu bertemu pendeta dan tertarik untuk mendengar ucapannya. Akhirnya pemuda itu datang terlambat dan dihukum oleh guru sihirnya. Begitulah singkatnya, dalam setiap perjalanan ke tempat penyihir, pemuda ini selalu terlambat karena bertemu dulu untuk mendengar nasehat pendeta yang hanif tadi. Dan setiap itu pula, ia dihukum.
Hingga suatu hari, dalam perjalanannya menuju rumah tukang sihir, sang pemuda melihat seekor harimau yang sangat besar berdiri di tengah jalan, sehingga tidak ada seorang pun yang berani melalui jalan itu. Pemuda itu berkata dalam hati, ‘Akan kubuktikan, mana yang lebih baik, si tukang sihir atau pendeta.’ Lalu, ia mengambil batu dan berkata, ‘Ya Allah, jika ajaran si pendeta lebih Engkau sukai daripada ajaran si tukang sihir, maka bunuhlah binatang itu agar orang-orang ini bisa lewat.’
Sang pemuda menimpuk binatang itu dengan batu, dan binatang itu pun mati.
Sang pemuda menceritakan hal itu kepada si pendeta. Pendeta berkata, ‘Anakku, sekarang, kamu lebih baik daripada aku. Kehebatanmu sudah mencapai tingkat yang tinggi, sebagaimana yang aku saksikan. Kamu akan menerima cobaan berat. Jika kamu mengalaminya, jangan sampai kamu menunjukkan keberadaanku.’
Sang pemuda juga bisa menyembuhkan kusta, kebutaan, dan berbagai macam penyakit. Seorang pengawal raja yang mengalami kebutaan mendengar berita itu. Lalu, ia mendatangi pemuda itu dengan membawa banyak hadiah. Dia berkata, ‘Wahai anak muda, semua ini akan menjadi milikmu jika kamu bisa menyembuhkanku.’
Pemuda itu menjawab, ‘Bukan aku yang menyembuhkan, tapi Allah-lah yang menyembuhkanmu. Jika kamu beriman kepada Allah yang Mahatinggi, aku akan berdoa kepada-Nya, dan Dia-lah yang akan menyembuhkanmu.’ Lalu, ia beriman, dan Allah memberikan kesembuhan kepadanya.
Setelah itu, ia datang menemui raja. Raja berkata, ‘Siapa yang menyembuhkan matamu?’
Ia menjawab, ‘Tuhanku.’
‘Apakah kamu mempunyai tuhan selain aku?’
‘Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah.’
Pengawal itu pun ditangkap dan disiksa sampai ia menunjukkan keberadaan sang pemuda. Pemuda itu pun diperintahkan menghadap Raja. Raja berkata, ‘Anak muda, sihirmu telah mampu menyembuhkan kebutaan dan penyakit kusta. Kamu juga mampu melakukan berbagai hal.’ Pemuda itu menjawab, ‘Aku tidak mampu menyembuhkan siapa pun. Yang menyembuhkan adalah Allah yang Mahatinggi.’
Lalu, pemuda itu ditangkap dan disiksa sampai menunjukkan keberadaan si pendeta. Pendeta itu pun ditangkap. Raja berkata, ‘Tinggalkan agamamu.’ Pendeta itu tidak mau. Raja menyuruh pengawalnya untuk mengambil sebuah gergaji. Lalu, diambillah sebuah gergaji dan tubuh pendeta itu digergaji (dari arah kepala) hingga terbelah menjadi dua bagian.
Pengawal raja (yang sudah beriman) didatangkan. Raja berkata kepadanya, ‘Tinggalkan agamamu.’ Pengawal itu menolak. Maka, tubuhnya pun digergaji (dari arah kepala) hingga terbelah menjadi dua bagian.
Lalu, pemuda itu didatangkan. Raja berkata kepadanya, ‘Tinggalkan agamamu.’ Anak itu menolak. Maka, raja menyerahkannya kepada para pengawal. Raja berkata, ‘Bawalah pemuda ini ke puncak gunung itu. Jika ia mau meninggalkan agamanya, lepaskanlah dia. Tapi, jika ia tidak mau, lemparkanlah dia dari puncak gunung.’
Sesampai di puncak gunung, pemuda itu berdoa, ‘Ya Allah, selamatkanlah aku dari mereka dengan cara yang Engkau kehendaki.’ Lalu, gunung itu pun bergerak, dan para pengawal pun berjatuhan dari puncak gunung.
Pemuda itu kembali menghadap raja. Raja berkata kepadanya, ‘Apa yang telah dilakukan para pengawalku?’
‘Allah yang Mahatinggi telah menyelamatkanku dari keburukan mereka.’
Lalu, pemuda itu diserahkan kepada para pengawal yang lain. Raja memerintahkan, ‘Naikkan pemuda ini ke perahu, dan bawalah ke tengah laut. Jika ia mau meninggalkan agamanya, lepaskanlah dia. Jika tidak, lemparkanlah ia ke laut.’
Sesampainya di tengah laut, pemuda itu berdoa, ‘Ya Allah, selamatkan aku dari mereka dengan cara yang Engkau kehendaki.’ Maka, perahu itu pun terguling, dan para pengawal raja tenggelam.
Pemuda itu kembali menghadap raja. Raja berkata, ‘Apa yang dilakukan para pengawalku?’
‘Allah yang Mahatinggi telah menyelamatkanku dari keburukan mereka.’
Lalu, anak muda itu berkata kepada raja, ‘Engkau tidak akan bisa membunuhku, kecuali jika engkau melakukan perintahku.’ ‘Apa itu?’ . ‘Kumpulkan rakyat di tanah lapang. Lalu, ikatlah aku di sebuah pohon. Ambillah satu anak panah dari kantong panahku dan letakkan di busur. Ucapkanlah, ‘Dengan menyebut nama Allah, Tuhan pemuda ini.’ Setelah itu, bidikkan anak panah ke arahku. Jika itu engkau lakukan, engkau akan dapat membunuhku.’
Raja mengumpulkan seluruh rakyat di tanah lapang, dan mengikat anak muda itu di sebuah pohon. Kemudian, raja itu mengambil anak panah dari kantong panah pemuda itu. Diletakkannya anak panah itu di busur panah, dan ia mengucapkan, ‘Dengan menyebut nama Allah, Tuhan anak muda ini.’
Setelah itu, anak panah dilepaskan, dan tepat mengenai pelipis pemuda itu. Pemuda itu meletakkan tangannya di pelipis, lalu meninggal dunia.
Rakyat yang hadir di tempat itu berkata, ‘Kami beriman kepada Tuhan pemuda ini.’
Seseorang datang menemui raja dan berkata, ‘Apakah engkau telah melihat apa yang pernah kau takutkan. Sungguh, yang kau takutkan benar-benar terjadi. Mereka telah beriman kepada Tuhan pemuda itu.’
Raja memerintahkan untuk membuatkan parit api, lalu berkata, ‘Barangsiapa yang tidak meninggalkan agamanya, maka lemparkanlah mereka ke dalam parit api ini.’ Perintah pun dilaksanakan. Ketika tiba giliran seorang wanita yang menggendong anaknya, wanita itu ragu. Tiba-tiba, anak yang ada dalam gendongannya berkata, ‘Bersabarlah, wahai Ibu, karena engkau berada di jalan yang benar.
Bersabarlah, karena engkau berada di jalan yang benar. Kisah panjang di hadits ini menunjukkan secara gamblang tentang korelasi keimanan dan kesabaran, bahwa keduanya adalah padu dan saling menyempurnakan.
Di awal, kita bisa melihat kesabaran pemuda dalam menuntut ilmu kebenaran, walaupun dengan resiko dihukum setiap hari oleh ”guru” sihirnya, tetapi ia tetap selalu menemui pendeta untuk mendengarkan pesan-pesan kebenaran. Berikutnya, kesabaran pemuda dalam menghadapi cobaan setelah ditangkap karena keimanannya kepada Allah.  Bertubi-tubi, perihnya rasa sakit ditunjukkan dihadapannya. Saat sang guru, pendeta digergaji tubuhnya, dan prajurit yang beriman juga digergaji tubuhnya, sungguhnya kepedihan tiada terkira. Namun ini tidak meruntuhkan keimanan dan kesabaran pemuda tersebut.
Selanjutnya, cobaan akhirnya berlaku untuk pemuda itu sendiri. Berbagai cara pembunuhan coba diterapkan untuknya oleh sang Raja. Biidznillah, berbagai cara itu tidak mampu untuk membunuh, hingga akhirnya pemuda ini memberitahukan cara untuk membunuhnya.
Dan sesungguhnya, kesabaran dalam keimanan akan selalu menjadi teladan. Setelah kematian pemuda ini, justru berbondong-bondong rakyat di kerajaan tersebut menjadi beriman kepada Allah, mengikuti keimanan Sang Pemuda. Akhirnya, Sang Raja menjadi geram dan memerintahkan untuk membuat parit api. Selanjutnya, penduduk yang beriman dititahkan untuk menceburkan diri ke dalam parit itu. Hingga tiba giliran seorang ibu yang menggendong bayinya, dan dengan ijin Allah, saat ibunya akan melangkah ke dalam parit api, si bayi berbicara, ”Bersabarlah, wahai Ibu, karena engkau berada di jalan yang benar!”.

Bersabarlah karena engkau di jalan yang benar. Sebuah pesan yang sarat makna. Ini menunjukkan, bahwa di jalan yang benar pun, dituntut untuk bersabar. Bahwa di jalan yang benar, disana juga berhias cobaan dan ujian. Bahwa di jalan yang benar, disana tidak selalu bertabur bunga dan jalan yang lapang. Maka kesabaran, adalah modal besar untuk bisa teguh di jalan kebenaran. Sebuah pesan kesabaran untuk para pejuang kebenaran : Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.(QS Al Kahfi : 28)