Do'a Tak Sekedar Meminta

Keyakinan akan adanya Dzat Yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta menumbuhkan berbagai konsekuensi, salah satunya adalah kesadaran kita untuk berharap kepada-Nya, dan pernyataan harapan itu sering kita sebut dengan do’a. Do’a adalah pusaran harapan atas apa yang kita inginkan, atas kesulitan yang menimpa dan atas kesusahan yang mendera. Do’a adalah pusaran harapan, yang sekaligus menjelaskan tentang status kehambaan manusia, karena ia sadar bahwa ia adalah hamba, maka meminta dalam do’a kepada-Nya mencerminkan kesadaran tentang semua yang terjadi adalah atas kehendak-Nya. Sebuah penegasan keimanan yang dikehendaki oleh Allah dalam surat Al Fatihah, “hanya kepada-Mu kami menyembah, dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan” menjadi dalil pasti tentang keharusan kita untuk menggantungkan do’a, harapan dan pertolongan hanya kepada Allah. Maka waspadalah, jika sekarang ada percik-percik harapan diri kita kepada selain Allah, mari beristighfar dan segera kembali kepada-Nya. Karena berharap kepada selain-Nya biasanya berujung kecewa, sedangkan berharap kepada Allah, maka Dia tidak akan pernah mengingkari janji-Nya.
Sudahlah cukup dianggap suatu kesombongan jika seorang manusia itu enggan berdo’a kepada Allah. Para nabi dan rasul, manusia yang dicintai Allah, yang dijamin masuk surga, manusia-manusia mulia ini pun tak luput dari berdo’a, memohon ampun dan menghaturkan pinta kepada-Nya. Bahkan do’a itu menjadi bagian cara bersyukur yang paling indah. Sebagaimana kisah yang sering kita dengar, tentang romantisme Rasulullah dengan Aisyah dikala menjalankan sholat malam sampai kaki Rasul bengkak. Kemudian Aisyah bertanya, “mengapa engkau sampai beribadah seperti ini?”. Rasul menjawab, “tidak bolehkan aku menjadi hamba yang bersyukur?”. Tentunya, dalam sholat malamnya itu, Rasulullah memanjatkan begitu banyak do’a, karena bacaan-bacaan dalam sholat itu sendiri adalah do’a, dan bahkan makna sholat itu juga adalah do’a. maka do’a adalah inti ibadah. Ini kembali menguatkan, bahwa berdo’a adalah wujud kesadaran manusia atas perannya sebagai seorang hamba Allah, yang bertugas beribadah kepada Allah.
Alangkah indah, jika segala pinta dalam do’a – do’a kita itu begitu cepat dikabulkan oleh Allah. Menjadi orang yang mustajab do’anya, sungguh menjadi impian semua orang, sebagaimana mustajabnya do’a seorang sahabat Nabi, Sa’ad bin Abi Waqash. Diriwayatkan, suatu hari, Sa’ad melihat seorang laki-laki yang mencaci maki Ali RA, Thalhah RA dan Zubair RA. Ia menegur orang itu. Namun, orang itu tidak peduli. Lalu Sa’ad berkata,”Kalau begitu, aku akan mendo’akan keburukan untukmu.” Laki-laki itu menjawab,”Kamu mengancamku? Kamu ini seperti nabi saja.” Sa’ad pergi. Ia berwudhu, shalat dua raka’at, lalu berdo’a “Ya Allah, Engkau tahu bahwa laki-laki itu telah mencaci maki kaum yang telah mendapatkan kebaikan dari-Mu. Caci makinya tentu membuat-Mu marah. Karena itu, tunjukkan kebesaran-Mu dan jadikan dia sebagai pelajaran bagi orang lain.”
Tidak lama kemudian, seekor unta berlari kencang keluar dari sebuah rumah. Unta itu tidak bisa dikendalikan. Ia terus menerobos kerumunan orang, seakan ada sesuatu yang dicarinya. Unta itu menabrak laki-laki tadi dan terus menginjak-injaknya hingga tewas.
Hidup kita akan bahagia jika mempunyai do’a semustajab Sa’ad bin Abi Waqash. Namun, do’a bukan sekedar meminta, kemudian dikabulkan. Do’a bukan sekedar meminta, kemudian kita akan mendapatkan apa yang diminta. Lihatlah lebih dalam lagi, siapa itu Sa’ad bin Abi Waqash yang do’anya begitu cepat dikabulkan. Beliau adalah “singa yang menyembunyikan kukunya”, beliau adalah orang yang pertama kali menggunakan panah dalam perang membela agama Allah, dan beliau juga adalah orang yang pertama kali terluka karena panah dalam jihad fii sabilillah. Maka, dengan ini kita paham, bahwa do’a tidak sekedar meminta. Ada cara-cara agar do’a kita segera dikabulkan, agar pinta kita segera mendapatkan jawaban yaitu mengiringi do’a dengan amalan terbaik, menyertai do’a dengan amalan tersholih yang bisa kita persembahnya kepada Allah azza wa jalla serta berdo’a sesuai dengan adab-adabnya.
Ketetapan Allah bahwa Dia tidak akan pernah mengingkari janji-Nya menjadi jaminan bahwa setiap do’a akan dikabulkan, asal sesuai adab-adabnya, sesuai dengan apa yang dikendaki Allah. DR Mu’inudinillah bashri, MA dalam bukunya “Penuntun Dzikir & Do’a Berdasarkan Sunah Nabi SAW” menuliskan adab dan kiat agar do’a terkabul. Pertama, memantapkan iman dan tauhid kepada Allah, dan menyambut perintah-perintah-Nya, meninggalkan larangan-Nya, komitmen dengan aturan-Nya, yakin dengan janji-Nya, termasuk janji akan dikabulkannya do’a. Allah berfirman dalam QS Al Baqarah : 186 “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” .
Kedua, yang perlu kita perhatikan agar do’a terkabul adalah tidak tergesa-gesa dalam pengabulan, dengan terus berdo’a sampai Allah mengabulkan do’anya. Dari Abu Hurairah sesungguhnya Rasulullah bersabda, “dikabulkan seseorang diantara kalian selama tidak tergesa-gesa, dia mengatakan aku sudah berdo’a tapi tidak dikabulkan untukku” (HR Malik). Inilah sikap yang sering muncul dalam diri manusia. Manusia cenderung terlalu cepat “memvonis” bahwa do’anya tidak dikabulkan, bahkan bisa terjerumus dalam sikap memvonis bahwa Tuhan tidak adil. Na’udzubillahi mindzalik. Sesungguhnya, Allah paling tahu apa yang kita butuhkan. Dan sebenarnya, jika kita mau jujur kepada diri, bahwa apa yang kita minta dalam do’a, apa yang kita inginkan itu belum tentu sesuatu yang kita butuhkan. Maka, kembalikan semua kepada Allah, Dzat Yang Maha Mengetahui tentang apa yang kita butuhkan daripada yang sekedar kita inginkan. Terus saja berdo’a. Allah paling tahu cara untuk mengabulkannya.
Ketiga, menjaga kehalalan makan, minum, pakaian dan lain-lainnya adalah faktor penting yang menjadi adab agar do’a kita terkabul. Sekali lagi kita ambil hikmah dari kisah hidup sahabat Sa’ad bin Abi Waqash yang mustajab do’anya. Ketika Rasulullah mendo’akan Sa’ad agar menjadi orang yang terkabul do’anya, maka Rasulullah juga menasihatkan hal berikut seperti yang tertuang dalam hadits : dari Ibnu Abbas berkata ayat ini dibacakan di hadapan Nabi SAW, “Wahai manusia makanlah dari apa-apa yang di bumi dalam kondisi halal dan baik, lantas Sa’ad bin Abi Waqqash berdiri dan berkata, “Wahai Rasulullah, doakan saya menjadi orang yang terkabul do’anya.” Nabi bersabda kepadanya, “Ya Sa’ad perbagusilah (usahakan agar halal dan baik) makananmu niscaya engkau menjadi orang yang dikabulkan do’anya, demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya. Sungguh seorang hamba menelan satu suapan yang haram di dalam rongganya, maka tidak diterima darinya amalan selama empat puluh hari dan hamba mana saja yang dagingnya tumbuh dari yang haram dan riba maka neraka lebih berkah untuknya.”
keempat, memulai do’a dengan pujian dan sanjungan kepada Allah, lalu dilanjutkan dengan shalawat kepada Rasulullah. Shalawat dan salam merupakan pembuka istijabah  dan sanjungan kepada Allah merupakan pengantar istijabah. Banyak diriwayatkan dalam hadits tentang pujian dan sanjungan kepada Allah serta kalimat-kalimat shalawat kepada Rasulullah yang bisa kita amalkan sebagai adab sebelum berdo’a.
kelima, mencari waktu-waktu yang mustajabah, seperti ba’da sholat wajib, hari jum’at terutama antara dua khutbah ketika imam duduk di mimbar dan ba’da asar sampai maghrib, ketika sedang sakit, ketika bepergian, ketika hujan, antara adzan dan iqomat, dan pada sepertiga malam terakhir. Mari berlomba-lomba berdo’a di waktu-waktu istimewa ini.
Keenam. Mendo’akan untuk saudaranya muslim. Dari Shafwan berkata, aku datang ke Syam, maka aku mendatangi Abu Darda’ di rumahnya, tapi aku tidak mendapatkannya, dan kudapati Ummu Darda’, dia berkata,”Apa engkau ingin haji tahun ini?” Aku berkata,”Ya.” Dia berkata,”Do’akan kita dengan kebaikan, karena Rasulullah bersabda,”do’anya seorang muslim untuk saudaranya ketika tidak pernah bertemu adalah mustajab, di sisi kepalanya ada malaikat yang ditugaskan menjaganya, setiap kali berdo’a untuk saudaranya dengan kebaikan, berkata malaikatnya,” Aamiin. Dan untuk engkau seperti itu.” Lantas aku pergi ke pasar dan bertemu dengan Abu Darda’ beliau berkata kepadaku seperti itu, beliau riwayatkan dari Nabi SAW.”(HR Muslim). Sungguh indah Islam ini, sungguh betapa Allah dan Rasulullah mencintai kita. Islam mengajarkan kepedulian dan eratnya persaudaraan, hingga “sekedar” mendo’akan saudaranya yang muslim makna sebenarnya adalah kita sedang berdo’a untuk diri sendiri. Mari perbanyak mendo’akan saudara-saudara kita, agar do’a-do’a kita terkabul.
Ketujuh, mengangkat kedua tangan. Termasuk sunnah ketika berdo’a adalah mengangkat kedua tangan, kecuali di waktu-waktu tertentu yang Rasulullah berdo’a di kesempatan itu dan tidak mengangkat tangan, yang mengisyaratkan bahwa hal itu tidak disyariatkan, seperti do’a ketika khutbah. Adapun do’a secara mutlak disukai untuk mengangkat tangan. Dalam hadits riwayat At-Thabrani, dari Salman, dari Nabi SAW berkata, “sesungguhnya Allah azza wa jalla, malu jika seorang hamba mengangkat kedua tangannya kemudia mengembalikan keduanya dalam kondisi nol (kosong tanpa pengabulan) tidak ada sesuatu pada keduanya.”

Setidaknya ada 7 adab yang telah kita ketahui agar do’a kita terkabul. Karena memang do’a tidak sekedar meminta, ada adab dan caranya, ada amal penyertanya. Bersama adab dan amal-amal itu, semoga do’a kita semakin mudah dikabulkan. Mari selalu sempatkan untuk berdo’a, selalu luangkan waktu untuk bermunajat kepada-Nya dan jangan lupa untuk menyertakan beberapa baris kata sebagai do’a untuk saudara-saudara kita. [mukti]